Rabu, 07 Desember 2011

Studi Banding...Perlukah?

Beberapa hari ini, hampir semua stasiun TV memberitakan seputar studi banding para anggota dewan ke luar negeri. Ada yang ke Swedia, India, Cina, dan masih banyak negeri indah lainnya. Kebetulan tadi saya melihat talkshow di AKI_Pagi (Apa Kabar Indonesia Pagi_TV One), yang kebetulan sedang memperbincangkan seputar pro-kontra kunjungan akhir tahun anggota DPR ke luar negeri. Dari perwakilan anggota dewan mengatakan bahwa kunjungan ini memang sudah direncanakan bahkan dianggarkan sebelumnya. Sudah ada dana tersendiri untuk pelaksanaan studi banding ini. Namun, sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa studi banding ini hanya membuang-buang uang rakyat saja, karena hasil dari pelaksanaan studi banding ini juga tidak transparan.

Menurut saya, kunjungan kerja anggota dewan ke luar negeri boleh-boleh saja, asalkan nanti hasilnya bisa diterapkan secara nyata di Indonesia. Jangan hanya manis kata-katanya saja. Harus diperhatikan juga efisiensi dan efektivitas biaya yang sudah dikeluarkan untuk kunjungan itu dengan hasil yang akan didapat. Apakah efektif atau malah justru terjadi pemborosan karena hasilnya kurang maksimal. Jika memang kunjungan dirasa kurang efektif, untuk tahun selanjutnya, penganggaran seputar kunjungan kerja ini harus benar-benar diperhatikan cost and benefitnya. Kunjungan yang dirasa kurang dirasakan hasilnya dan hanya membuang-buang uang anggaran saja, sebaiknya ditiadakan. Lebih baik uang tersebut digunakan untuk yang lebih bermanfaat, seperti pembangunan sekolah-sekolah yang rusak, atau untuk membiayai pengobatan masyarakat miskin. Contoh nyata, di suatu daerah (saya lupa tepatnya) ada seorang kakek yang mau berobat menggunakan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu), tapi ditolak oleh pihak rumah sakit dikarenakan RS tersebut masih memiliki tunggakan pembayaran biaya bagi rakyat miskin yang belum dibayarkan oleh pemerintah. Sungguh miris rasanya. Sedangkan, di gedung DPR, tingkat kehadiran anggota dewan saat pelaksanaan rapat kerja merumuskan kebijakan untuk rakyat banyak sangat rendah. Ditawarkan menggunakan alat absen elektronik, terjadi penolakan. Dianggap pemborosan biaya. Menurut saya, lebih baik uang dibelikan alat absensi elektronik daripada untuk biaya perjalanan keluar negeri yang belum jelas hasilnya. Dengan adanya alat absensi elektronik, setidaknya akan menumbuhkan sikap disiplin dari para anggota dewan, dimana mereka adalah contoh bagi masyarakat banyak. Jika anggota dewan saja sering bolos, jangan salahkan jika banyak karyawan pemerintahan tingkat daerah yang sering bolos juga?

3 komentar:

  1. jangankan anggota DPR, kampus kita juga sudah seperti itu, bahkan mahasiswa "disogok" agar tidak banyak protes mengenai study banding...

    BalasHapus
  2. really? wah...sudah separah itukah kampus kita?? ckckck..

    BalasHapus
  3. kemarin ketua HIMA abis dr malay, (nobody know) kenapa mereka diajak kesana dng alasan (study banding) what? what kind of study banding?
    *setelah kejadian itu, banyak dosen yg brngkt ke abroad dng alasan study banding, *smoga ada hasilnyaaa....

    BalasHapus